Semudah itu Menghakimi orang, Semudah itu Minta Maaf?

Prinsip-Prinsip Komunikasi

Di luar konteks hukum yang terkait dengan Udang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik, saya mencoba mengamati fenomena ini dari sisi prinsip-prinsip adab berkomunikasi. Dalam gambaran konsiderans yang sederhana, sebenarnya mudah memetakan unggahan-unggahan yang berisiko menimbulkan akibat atau reaksi, dengan postingan yang berorientasi membawa maslahat.

Mengukur pertimbangan dari diri sendiri merupakan alat uji sederhana yang mudah dipahami. Bayangkanlah andai postingan ofensif itu mengarah ke diri kita. Konsiderans ini tentu berbeda apabila kita posisikan dalam perspektif kehendak “panjat sosial” (pansos) atau kondisi ofensif – defensif dalam intensi setting-an membentuk opini atau meraih viralitas media yang biasa berlangsung di ranah selebriti.

Dalam atmosfer dunia digital, pemanfaatan media sosial secara eksploitatif sekarang ini sangat terasa betapa keruh dan hampa etika. Tren buzzer yang dengan berbagai argumen membela “tuan-tuan” mereka, makin mengaburkan hak-hak publik untuk mendapatkan informasi tepercaya. Kebenaran tak lagi bisa diukur berdasarkan fakta dan logika akal sehat, namun terkonstruksi oleh realita yang dibentuk oleh dominasi penguasaan ruang publik.

Di ruang aktual saat ini, istilah “otak sungsang” atau pikiran dengan logika terbalik-balik, misalnya, dalam polemik antara kalangan pengkritik pemerintah dengan staf khusus, menciptakan kondisi adu kuat opini yang melebar ke mana-mana. Dalam format verifikasi yang kemudian diambil oleh media-media mainstream, respons netizens yang mendapat ruang di media massa juga terasa brutal.

Seperti inikah arah ekspresi kemerdekaan berpendapat, apabila kita sandarkan pada nilai-nilai rasa dan hati?

Kegelisahan ini bukanlah pada soal tren meminta maaf pada banyak insiden ruang digital dan ekspresi etika komunikasi, akan tetapi lebih pada keprihatinan atas simplifikasi persoalan tanpa membayangkan pihak-pihak yang sebelumnya telah dia lukai. Padahal sejatinya kita bisa berbicara baik, santun, terukur, jelas, manfaat, dan tidak menciptakan kerugian bagi orang lain.

BACA JUGA :  Menjelajahi Wisata Alam Pekalongan Black Canyon Patungkriyono Untuk Relaksasi Hati dan Pikiran

Jadi, postinglah daku kau kutangkap…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar

  1. Insightful and well-written! Your points are thought-provoking. For those wanting to learn more about this topic, here’s a great resource: FIND OUT MORE. Interested in hearing everyone’s perspective!