Kecelakaan KA Turangga – Bandung Raya, Mengingatkan Kita dengan Kejadian Tragedi Bintaro 1987

Setelah terlambat mengetahui rencana persilangan kereta tersebut, petugas lantas berusaha mengosongkan salah satu kereta di Sudimara untuk KA 220 dengan melakukan langkah darurat, yakni memindahkan rangkaian KA 225 dari kereta 3 ke kereta 1.

Sayangnya, upaya ini tidak berhasil sampai ke telinga masinis KA 225 Slamet Suradyo. Petugas pun memberikan sinyal terompet dan menggerakan kedua tangan sebagai tanda agar kereta berhenti.

Tapi, Slamet tidak melihat sinyal tersebut dan terus melaju hingga akhirnya KA 225 yang dikendarai Slamet bertabrakan dengan KA 220 dengan posisi adu banteng dan merenggut ratusan nyawa penumpang kereta.

Tragedi Bintaro 1987 terjadi ketika transformasi perekeretaapian belum dilaksanakan. Kecelakaan menewaskan 156 penumpang. Sementara itu, 300 penumpang lain luka-luka.

Saat itu, penumpang masih diperbolehkan menaiki atap kereta atau memenuhi gerbong kereta hingga padat. KA 220 Tanah Abang – Merak kala itu mebawa 478 penumpang dan tercatat masih dalam kapasitas normal sehingga penumpang dapat duduk di kursinya masing-masing.

Meski begitu, jumlah tersebut merupakan catatan dari penumpang yang membeli atau membawa karcis. Tak ada data lebih rinci mengenai penumpang ilegal atau yang naik di atap kereta tanpa karcis.

Kelalaian petugas menjadi penyebab terjadinya Tragedi Bintaro. Para petugas yang terdiri dari masinis dan kondektur yang selamat pada peristiwa malang itu mendapatkan sanksi tegas.

Bahkan, dalam pemberitaan yang beredar pada 21 Oktober 1987, 15 petugas stasiun Perusahaan Jawatan Kereta Api mendapatkan pemeriksaan intensif.

Sementara itu, PPKA Sudimara menjadi tersangka karena memberikan persetujuan persilangan kereta dari Sudimara ke Kebayoran tanpa persetujuan dari PPKA Kebayoran.

Namun, PPKA Kebayoran juga tak luput mendapat sanksi karena tak berkoordinasi lebih detail dengan Sudimara. (siskasptnn)

BACA JUGA :  7 Gunung di Indonesia yang Dijadikan untuk Melakukan Pesugihan